Kembali

Revolusi Mental Dimulai Dari Keluarga

JAKARTA – Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang memberikan fondasi utama bagi tumbuh kembangnya setiap individu. Keluarga juga menjadi entitas vital bagi terbentuknya karakter dan kepribadian seseorang. Sehingga revolusi mental harus dimulai dari unit terkecil itu sendiri, yakni keluarga.

Hal  itu disampaikan Ketua Dharma Wanita Persatuan (DWP) Lembaga Administrasi Negara (LAN) yang juga merangkap sebagai Ketua DWP Paguyuban KemenPAN & RB, LAN, BKN dan ANRI, Titie Agus Dwiyanto, pada acara Silaturahmi DWP Paguyuban KemmenPAN & RB, LAN, BKN, ANRI, BPKP,  di  Gedung Makarti Pejompongan, Jakarta Pusat, Rabu (18/3).

Titie Agus mengatakan, peran penting keluarga tidak bisa dinafikan begitu saja. Karena seorang anak belajar dari orang tuanya terlebih dulu sebelum belajar dari guru atau teman.

“Sehingga peran keluarga sangat besar bagi revolusi mental,” jelasnya.

Dia mengatakan, upaya pembangunan revolusi mental yang muaranya diharapkan menuju pada perbaikan pembangunan kehidupan berbangsa dan bernegara (nation building) tidak mungkin maju kalau sekedar mengandalkan perombakan institusional tanpa melakukan perombakan manusianya.

Sementara itu, Sekjen Dharma Wanita Persatuan Pusat Toety Tasdik Kinanto mengatakan revolusi mental menjadi penting karena merupakan gerakan ke dalam yaitu perbaikan sikap diri mengembalikan masyarakat kepada nilai-nilai positif yang dianut generasi pendahulu.

“Revolusi mental itu bisa terwujud dalam beberapa nilai yang sudah ada dan melekat dalam budaya kita, seperti tepo sliro, gotong royong, saling memaafkan, saling membantu sesama dan sikap-sikap positif lainnya,” ujarnya.

Pendapat senada dikemukakan Widyaiswara Utama LAN Wahyu Suprapti. Menurutnya, keluarga memang memegang peran vital dalam revolusi mental.

“Revolusi mental harus dimulai dari diri sendiri dan lingkungan terkecil yaitu keluarga, lingkungan masyarakat dan lingkungan kerja,” jelasnya.

Wahyu mengatakan, seorang pemimpin yang dilahirkan dari keluarga yang sehat, hangat, penuh kasih sayang dan rukun, pada akhirnya juga akan menjadi pemimpin yang baik dan sanggup menjadi panutan bagi semua orang, termasuk mampu menjadi kepala keluarga yang baik dan bertanggung jawab.

Dalam kesempatan itu, Wahyu Suprapti memaparkan bagaimana revolusi mental dari keluarga itu dimulai. Menurutnya tahapan membangun revolusi mental harus dimulai dari pembangunan pola pikir (mindset) yang positif dalam keluarga.

“Keluarga menjadi pintu masuk awal untuk menanamkan nilai-nilai yang positif. Karena setiap manusia yang dilahirkan, umumnya masih bersih, termasuk data yang ada di dalam otaknya. Sehingga informasi yang diberikan ketika anak tumbuh harus yang positif,” jelasnya.

Hal ini, menurut dia, sangat penting karena informasi (afirmasi) yang diulang-ulang yang diperoleh ketika anak-anak tumbuh dapat menembus filter mental yang ada di pikiran sadar.

“Tahapan ini penting karena informasi yang diperoleh secara berulang-ulang itu selanjutnya akan masuk pada pikiran bawah sadar mereka. Hal-hal yang dipercayai keluarga atau kelompok, lambat laun akan masuk kedalam diri setiap individu dan selanjutnya diadopsi sebagai belief kita. Karena sebuah pengalaman yang dialami dengan emosi yang intens akan sangat mudah menjadi belief. Untuk itu penanaman nilai-nilai yang positif menjadi penting,” tutupnya. (fat /Humas)

Komentar
Trackback URL:

Tidak ada Komentar. menjadi yang pertama.