Kembali

Reformasi Birokrasi Kontekstual: Kembali ke Jalur yang Benar

Jakarta – Reformasi birokrasi yang berjalan di Indonesia saat ini sudah keluar dari jalur yang seharusnya. Reformasi birokrasi yang pada awalnya bertujuan untuk mengubah kultur dan mindset birokrat dari mental ndoro menjadi mental pelayan justru mengalami pergeseran dalam prosesnya.

“Reformasi birokrasi yang berjalan justru menggeser hal yang substantif kepada hal yang teknis. Karena beberapa instansi, baik itu Kementerian/Lembaga atau Pemda lebih sibuk mengurusi hal-hal yang sifatnya dokumen daripada mengurus perubahan itu sendiri,” jelas Kepala LAN, Prof. Dr. Agus Dwiyanto, MPA saat acara bedah buku karyanya yang berjudul  “Reformasi Birokrasi Kontekstual: Kembali ke Jalur yang Benar” di Aula LAN RI, Gedung A lantai II, Jalan Veteran No. 10 Jakarta Pusat, Kamis (7/5).

Hadir sebagai pembahas buku karyanya yakni Guru Besar FISIP UGM Prof. Dr. Wahyudi Kumurotomo serta Kepala Pusat Kajian Reformasi Administrasi LAN Dr. Muhammad Taufiq, DEA.

Selain dianggap keluar jalur, reformasi birokrasi yang berjalan juga tidak melibatkan stakeholders secara menyeluruh. Akibatnya, banyak harapan publik yang tidak terpenuhi. Padahal peran mereka cukup besar sebagai para pihak yang cukup berkepentingan dengan birokrasi.

Menurut dia, ada beberapa langkah yang perlu dilakukan untuk mengembalikan Reformasi Birokrasi ke jalur yang benar. Reformasi Birokrasi harus kontekstual dan melibatkan para pemangku kepentingan.

“Pelibatan ini dimaksudkan untuk mendorong terjadinya perubahan substansial dalam setiap kementerian dan lembaga. Jadi ada peran dari pihak lain. Bukan seperti sekarang, berjalan sendiri tanpa melibatkan pihak lain,” jelasnya.

Dalam bukunya itu, Kepala LAN juga memberikan kritikan terhadap program reformasi birokrasi yang selama ini berjalan, khususnya terkait dengan kebijakan delapan area perubahan yang digagas Kementerian PAN & RB.

“Kebijakan melakukan perbaikan pada delapan area perubahan saat ini telah kehilangan konteks karena masalah dan tantangan yang berbeda di setiap instansi. Tidak bisa dipukul rata masalah yang ada di Kementerian/Lembaga atau Pemda. Ini yang harus diperbaiki,” tegasnya.

Guru Besar Kebijakan Publik UGM itu menambahkan, program reformasi birokrasi itu juga harus diikuti dengan pemahaman kepada para Aparatur Sipil Negara (ASN) bahwa program Reformasi Birokrasi dimaksudkan untuk merubah sikap dan perilaku mereka.

“Pemahaman pegawai selama ini mengenai reformasi birokrasi itu lebih sebagai perbaikan tambahan penghasilan (renumerasi). Padahal, reformasi birokrasi itu merubah karakter pegawai ASN agar lebih sesuai karakternya sebagai pelayan publik dan memiliki kompetensi yang diperlukan untuk membawa Indonesia memasuki era globalisasi,” ujarnya.

Kepala Pusat Kajian Reformasi Administrasi Lembaga Administrasi Negara Muhammad Taufiq menilai reformasi birokrasi yang saat ini berjalan ibarat jalan di tempat. Padahal, banyak sekali pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.

“Masih ada aspek filosofis, kelembagaan, dan regulasi yang harus dibenahi. Peran leadership sangat dibutuhkan untuk mengawal reformasi birokrasi ke jalan yang benar,” jelasnya.

Taufiq menyoroti pemerintahan Jokowi – JK yang sejak awal kampanyenya menjanjikan perbaikan di seluruh sektor dengan program revolusi mentalnya. Namun yang terjadi justru jauh dari ekspektasi.

“100 hari kinerja pemerintahan Jokowi – JK hanya menghasilkan himbauan untuk makan singkong, tidak boleh buat kegiatan di hotel, serta mengundang pernikahan lebih dari 100 orang,” paparnya.

Menurut dia, kepemimpinan menjadi modal penting dalam keberhasilan reformasi birokrasi. Pasalnya, pemimpin merupakan role model bagi bawahannya.

Taufiq mengatakan Presiden harus terlibat aktif dalam rangka melakukan reformasi birokrasi. Sebab menurutnya pemimpin harus menjadi role model kepada bawahannya.

“Reformasi itu intinya leadership. Saya kurang sepakat kalau level makro itu hanya urus kebijakan, lalu mikro yang jalankan. Ini adalah persoalan bagaimana Pak Jokowi harus mensinergikan menteri-menterinya,” kata dia. (dan/chok/mus/alam/asset/humas)

Komentar
Trackback URL:

Tidak ada Komentar. menjadi yang pertama.