Kembali

Penyusunan Bahan Ajar JFAK: Kebijakan Publik Harus Dapat Dipertanggungjawabkan

Jakarta – Proses perumusan kebijakan harus berbasis pada data dan informasi yang memiliki validitas internal dan eksternal sehingga hasilnya akuntabel. Hal ini penting agar kebijakan yang dihasilkan dapat dipertanggungjawabkan secara politik dan akademik.

“Selain itu, perumusan kebijakan juga harus dilakukan secara inklusif dengan melibatkan seluruh aktor di tubuh birokrasi maupun politik yang dianggap penting,” jelas Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN), Prof. Dr. Agus Dwiyanto, MPA saat membuka “Workshop Kurikulum & Penyusunan Bahan Ajar Pelatihan JFAK,” di Gedung A Kantor LAN, Jl. Veteran No. 10, Jakarta, Kamis (12/3).

Agus mengatakan, sejauh ini masih banyak kebijakan yang dihasilkan justru menimbulkan polemik dan problematika. Dia mencontohkan kebijakan tentang Sumber Daya Air (SDA) dalam UU No. 7 Tahun 2004 yang akhirnya dibatalkan oleh MK karena dianggap bertentangan dengan UUD 1945.

 “Ini cermin masih banyaknya kebijakan yang bermasalah karena tidak diambil berdasarkan informasi dan data yang tepat,” jelasnya.

Agus mengingatkan, bahwa kebijakan publik merupakan sesuatu yang vital. Karena apa yang dihasilkan menimbulkan ekses yang cukup luas.  

“Seorang analis kebijakan harus melakukan kajian/penelitian terhadap berbagai kebijakan yang ada. Kajian itu harus mampu mengorek kenapa regulasi itu muncul, siapa yang diuntungkan, demi kepentingan siapa, dan siapa aktor yang terlibat.  Analis kebijkan juga perlu mengkritisi persoalan yang muncul itu sendiri. Jadi tugas analis kebijakan bukan hanya menganalisis kebijakan saja,” tegasnya.

Sementara itu, Deputi Bidang Kajian Kebijakan, Sri Hadiati WK berharap, workshop yang berlangsung selama dua hari dengan melibatkan tim pakar diharapkan dapat merumuskan berbagai substansi yang diperlukan dalam rangka penyusunan bahan ajar bagi jabatan fungsional analis kebijakan.

Selain melibatkan sejumlah Kepala Pusat Kajian di lingkungan LAN, proses penyusunan bahan ajar itu juga melibatkan tim pakar lain, seperti: mantan Wamen PAN & RB era pemerintahan SBY, Eko Prasojo, Ketua Departemen Politik dan Hubungan Internasional Center for Strategic and International Studies (CSIS), Phillip J. Vermonte, Direktur Institute For Research and Empowerment (IRE) Yogyakarta, Sutoro Eko, Pengajar UGM, Agus Pramusinto serta tim dari University of Melbourne. (bp/dan/chok/humas) 

Komentar
Trackback URL:

Tidak ada Komentar. menjadi yang pertama.