Kembali

Geliat Pilkada Serentak Tak Terlihat

JAKARTA — Geliat pemilihan kepala daerah serentak yang akan diselenggarakan 9 Desember 2015 tidak tak terlihat meski pelaksanaan pemilu sudah semakin dekat. Situasi ini memicu kekhawatiran bakal rendahnya partisipasi pemilih pada pilkada serentak.

Oleh karena itu, semua pemangku kepentingan pilkada diharapkan menggencarkan sosialisasi. Demikian persoalan yang mengemuka dalam seminar bertajuk "Pilkada Serentak, Demokrasi Lokal, dan Efektivitas Pemerintah Daerah" yang digelar Lembaga Administrasi Negara (LAN) di Jakarta, Senin (16/11).

"Pemungutan suara kurang dari sebulan lagi, tetapi gaungnya kurang dan geregetnya belum terasa. Imbauan agar warga ke tempat pemungutan suara saat pilkada, 9 Desember, juga masih minim. Ini harus menjadi perhatian semua pemangku kepentingan," kata Deputi bidang Kajian Kebijakan LAN Sri Hadiati Wara Kustriani saat membuka seminar.

Salah satu pembicara, Wakil Wali Kota Tangerang Selatan yang juga calon Wakil Wali Kota Tangerang Selatan, Benyamin Davnie, juga menilai sosialisasi oleh penyelenggara pilkada masih rendah.

"Penempatan alat peraga kampanye sangat terbatas dan sosialisasi di media juga minim. Jika saat pemilu presiden partisipasi pemilih di Tangsel hanya sekitar 60 persen, kami khawatir saat pilkada partisipasinya lebih buruk," ujarnya.

Sementara upaya sosialisasi pilkada oleh Pemerintah Kota Tangerang Selatan, ujar Benyamin, sulit untuk bisa dilakukan karena sering kali upaya sosialisasi justru dituding sebagai bentuk kampanye terselubung. Dia mencontohkan upaya Sekda Tangerang Selatan menyosialisasikan pilkada Tangsel yang justru dilaporkan ke panitia pengawas pilkada karena dituding melakukan kampanye terselubung.

Pembicara lainnya, Direktur Fasilitasi Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kementerian Dalam Negeri Anselmus Tan mengingatkan, tanggung jawab menyukseskan pilkada juga tanggung jawab pemda. Oleh karena itu, seharusnya pemda ikut membantu penyelenggara pilkada menyosialisasikan pilkada.

Pemda, kata Anselmus, tidak perlu takut dituding melakukan kampanye terselubung saat melakukan sosialisasi. "Yang terpenting saat sosialisasi bukan sosialisasi untuk menguntungkan salah satu calon," katanya.

Politik uang

Menurut Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini, metode kampanye pada pilkada kali ini berbeda dengan pilkada sebelumnya. Jika pada pilkada sebelumnya calon dibebaskan untuk membuat dan memasang alat peraga kampanye, pada pilkada kali ini alat peraga kampanye, seperti spanduk dan baliho, dibuat dan diatur pemasangannya oleh KPU.

"Metodenya berubah, paradigmanya ikut berubah. Jika dulu lebih mengedepankan pencitraan calon melalui alat-alat peraga, saat ini lebih ke paradigma dialog, calon sengaja didorong untuk lebih intens menemui calon pemilih, mengampanyekan visi dan misi mereka," katanya.

Hanya saja perubahan metode dan paradigma ini belum dioptimalkan oleh calon, tim sukses, dan juga partai politik pengusungnya. Dia menduga kampanye baru akan intens dilakukan 14 hari menjelang pemungutan suara. Ini semata untuk menjaga memori publik akan calon.

"Yang patut diwaspadai, calon sengaja tidak kampanye jauh hari karena dana yang dimiliki sengaja disimpan untuk politik uang. Politik uang baru digelontorkan mendekati hari pemungutan suara karena politik uang merupakan jalan pintas menjaga memori calon pemilih akan calon kepala dan wakil kepala daerah," ujarnya.

(Sumber: Kompas)

Komentar
Trackback URL:

Tidak ada Komentar. menjadi yang pertama.